MENGURAI BENANG KUSUT  PENDIDIKAN DI KABUPATEN MERAUKE

MENGURAI BENANG KUSUT  PENDIDIKAN DI KABUPATEN MERAUKE

 (Penulis: Abraham Angwarmase)

           

            Problematikan pendidikan tiap daerah dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indeonesia tentu tidak sama. Meski demikian dapat dipastikan bahwa di setiap wilayah dan daerah tidak luput dari masalah pendidikan. Entah masalah itu berhubungan dengan mutu pendidikan ataupun profesionalisme guru dan faktor-faktor pendukung pendidikan lainnya. Dalam tulisan ini penulis mencoba melihat dan menganalisis benang kusut pendidikan di Kabupaten Merauke berdasarkan pendapat wakil rakyat di DPRD Merauke  dan data tenaga pendidik (guru) yang disampaikan oleh Wakil Bupati Merauke antara tahun 2019 – 2020.  Tujuan tulisan ini adalah mengurai benang kusut pendidikan yang terjadi di Kabupaten Merauke untuk merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah pendidikan  yang ada.

Benang kusut pendidikan di Kabupaten Merauke dapat ditelusuri melalui pendapat Wakil Ketua DPRD dalam rapat paripurna sebagai berikut: “Pada bidang pendidikan, kami berikan dana 20% dari APBD, yang mana progres secara signifikan dalam pengelolaan DAU dari dana itu, belum nampak jelas. Sehingga secara menyeluruh kami bisa menilai bahwa pendidikan di Merauke belum maksimal”. Sementara itu Wakil Bupati Merauke, menyampaikan data sebagai berikut: ada lebih dari 2000  tenaga didik di Merauke, namun hanya 916 tenaga didik yang bersertifikasi. Sisanya, 1.500 lebih  tenaga didik sedang mengikuti pendidikan strata satu (S1) di sejumlah perguruan tinggi di kota Merauke. Guru yang ada di pedalaman rata-rata belum memenuhi kualifikasi S1. Sehingga banyak dari mereka mengikuti pendidikan S1 di kota Merauke. Idealnya  di Merauke harus memiliki 4016 guru. Tapi yang ada saat ini, jumlah guru hanya 2000 lebih” (Jumat, 4 Oktober 2019).

Benang kusut pendidikan di Kabupaten Merauke terdengar pula dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara para kepala sekolah, para ketua yayasan pengelola pendidikan bersama Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke di Gedung DPRD kabupaten Merauke.   Ketua DPRD dalam RDP menegaskan bahwa, “Masalah pendidikan di Merauke ini bagaikan benang kusut yang segera diurai satu persatu. Masalah guru yang tidak berada di tempat tugas, SK guru kontrak dan honor yang tidak jelas, masalah kesejahteraan guru, sarana prasarana sekolah dan rumah guru, mati surinya  sekolah-sekolah dasar (SD) seperti diwilayah pedalaman. Kordinasi antar Dinas Pendidikan  dengan Badan Kepegawaian soal pemerataan penempatan guru. Ini harus diurai satu persatu dengan cara investigasi secara menyeluruh. Saya kira itu yang  bisa disimpulkan dalam rapat ini”. (Ketua DPRD, Kabupaten Merauke kepada media cetak, online dan elektronik, di DPRD Merauke, Rabu 18/3/2020).

Berdasarkan  identifikasi benang kusut pendidikan di Kabupaten Merauke, ditemukan  sepuluh masalah pendidikan. Pertama, penyerapan anggaran pendidikan yang tidak optimal. Kedua, jumlah tenaga pendidik (guru) yang masih sangat kurang. Ketiga, kualifikasi akademik pendidik yang masih belum sesuai dengan kualifikasi akademik. Keempat, masalah guru tidak perada di tempat tugas. Kelima, SK guru kontrak dan honor yang tidak jelas. Keenam, masalah kesejahteraan guru. Ketuju, minimnya sarana prasarana sekolah. Kedelapan, ketidaktersediaan rumah guru di tempat tugas. Kesembilan, mati surinya sekolah-sekolah dasar (SD) di daerah pedalaman. Kesepuluh, kurangnya kordinasi Dinas Pendidikan dengan Badan Kepegawaian tentang masalah pemerataan penempatan guru.

Berdasarkan uraian diatas dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kusutnya pendidikan di Kabupaten Merauke. Faktor-faktor dimaksud dapat diidentifikasi sebagai berikut:

 Pertama masalah penyerapan anggaran pendidikan yang tidak optimal. Pemerintah Daerah melalui anggota DPRD dengan tegas telah mengatakan bahwa dana pendidikan 20% telah diberikan namun tidak optimal dalam penyerapan untuk pedidikan. Masalah anggaran ini tentu dapat berdampak buruk terhadap layanan pendidikan,  mutu pendidikan, dan profesionalisme bahkan institusi pendidikan itu sendiri. Dampak paling nyata lemahnya penyerapan anggaran terhadap lembaga pendidikan adalah mati surinya sekolah dasar-sekolah dasar di daerah pedalaman, kurang tersedianya sarana prasarana sekolah dan tidak tersedianya rumah guru ditempat tugas.

Kedua, masalah kualitas dan kualifikasi akademik guru. Disebutkan bahwa ada lebih dari 2000  tenaga didik di Merauke, namun hanya 916 (45,8%) tenaga didik yang bersertifikasi. Sisanya, 1.500 (75 %)  lebih  tenaga didik sedang mengikuti pendidikan strata satu (S1) di sejumlah perguruan tinggi di kota Merauke. Data ini menjelaskan bahwa  sebanyak 25% guru berada di tempat tugas, sementara sebanyak 75% guru berada di kota untuk mengikuti pendidikan strata satu (S1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya 25% guru menjalankan tugas mengajar di daerah pedalaman, sementara 75% guru tidak melaksanakan tugas mengajar karena sedang studi di kota.

Ketiga, kurangnya tenaga guru di kabupaten Merauke. Jumlah guru yang dibutuhkan seharusnya 4016 guru, namun saat ini  jumlah guru baru mencapai angka 2000 orang. Artinya kebutuhan guru di Merauke masih kurang 2016 guru atau kurang 76%. Kekurangan guru ini sangat significant bagi pelayanan pendidikan di wilayah Kabupaten Merauke.

Keempat, kordinasi antar Dinas Pendidikan  dengan Badan Kepegawaian soal pemerataan penempatan guru. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap rekrutmen dan pemerataan penyebaran guru. Masalah  ini nampak jelas pada masalah  SK guru kontrak dan honor yang tidak jelas dan  dengan sendirinya berpengaruh pada masalah kesejahteraan guru. Bila SK guru kontrak dan honor tidak jelas maka akan sangat berdampak terhadap  hak-hak guru kontrak dan guru honor yang telah melaksanakan tugas.

Berdasarkan analisis ini jelas mendekripsikan bahwa: Pertama, penyerapan anggaran tidak dapat direncanakan dengan baik, mengakibatkan layanan pendidikan tidak optimal. Kedua, rekrutmen tenaga guru tidak selektif dan tidak  memperhatikan kualitas dan kualifikasi akademik  calon guru sehingga terjadi kekosongan guru pada sekolah-sekolah di daerah pedalaman. Ketiga, pengangkatan guru kontrak dan guru honor tanpa kordinasi yang baik antara Dinas Pendidikan dan Badan Kepagawaian Daerah sehingga terjadi masalah  pada pembiayaan tenaga kontrak dan honor.  

Bagaimana cara mengurai benang kusut pendidikan yang ada? Jawaban atas pertanyaan ini adalah implementasi fungsi manajemen yang biak. Sebagaimana diketahui bahwa fungsi manajemen meliputi: fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organization), fungsi penyusunan personalia (staffing), fungsi pengarahan (leading), fungsi pengawasan (controlling). Fungsi manajemen ini jika dapat implementasikan dengan baik maka dapat mengurai masalah pendidikan yang ada (Handoko. 2016). Bila fungsi-fungsi manajemen ini dapat diterapkan secara optimal, benang kusut pendidikan di Kabupaten Merauke secara sistematis dapat dapat diurai. Menurut Lewis peningkatan mutu organisasai apapun (termasuk organisasi pendidikan) didukung oleh empat kekuatan pendorong yakni: 1) layanan pelanggan, 2) perbaikan terus menerus, 3) proses dan fakta-fakta, 4) menghormati orang. Dapat dikatakan bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki  masalah yang berbeda namun empat pilar ini sedapatmungkin difungsikan dengan baik maka dapat meminimilisir problem yang ada.

            Berdasarkan uraian pemikiran diatas penulis memamparkan beberapa saran solutif untuk  meminimalisir benang kusut pendidikan yang ada, sebagai berikut:

  1. Penyerapan pemanfaatan anggaran pendidikan perlu direncanakan baik  dan bertanggunjawab. Penyerapan pemanfaatan anggaran yang baik berdasar pada prinsip manajemen keuangan yang meliputi: akuntabilitas (Accountable), konsisten (Consistency), transparansi (Transparancy) menggunakan standar akuntasi (Accounting Standards) integritas (Integrity) dan keberlangsungan (Viability).
  2. Rekrutmen tenaga pendidik (guru) harus jujur, terbuka, kompetitif dan sesuai dengan regulasi yang ada. Kualitas dan kualifikasi akademik calon guru juga perlu menjadi syarat utama dalam hal rekrutmen guru. Prinsip dasar yang penting dalam rekrutmen tenaga pendidik adalah The Right Man and Right Job (Orang yang tepat pada tugas pekerjaan yang tepat) sehingga ketika ditugaskan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang optimal dan memuaskan.
  3. Pemerataan dan penyebaran guru harus memperatikan rasio peserta didik, rasio guru, rasio rombel dan rasio kelas menurut jenjang pendidikan sehingga tidak terjadi kekosongan atau penumpukan guru di sekolah.
  4. Pengangkatan guru kontrak dan guru honor  perlu didasarkan pada kebutuhan real dan regulasi yang berlaku sebagai tolak ukurnya. Kordinasi  antara Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah memegang peran penting dalam hal ini.  

Pemanfaatan anggaran pendidikan hendaknya dipergunakan secara tepat untuk menyediakan sarana-prasarana pendidikan di sekolah, pembangunan rumah guru  dan  tersedianya vasilitas pendukung pendidikan lainnya.. Selaian penyediaan vasilitas pendidikan, penyediaan dan pemanfaatan anggaran pendidikan juga perlu  direncanakan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan guru.